Mungkin banyak yang tidak tau
bagaimana orang kulit putih bisa datang ke benua Australia. Kebetulan ada teman
dari Australia yang datang ke Aceh, saya lalu memintanya untuk masuk kekelas
dan menceritakan ke murid-murid apakah ada konflik yang terjadi di antara orang
kulit putih dan suku asli, Aborigin.
Dikelas, ia menceritakan banyak
hal. Menurutnya, selama ini orang di luar Australia hanya melihat satu suku aborigin
saja, padahal terdapat 300 suku dan mereka tersebar di seluruh Australia. Namun
ketika Inggris mendarat pertama sekali pada tanggal 26 Januari (yang kemudian
dijadikan sebagai hari Australian Day, yaitu peringatan seperti peringatan 17
Agustusnya Indonesia) mereka menganggap daerah tersebut sebagai tanah kososng
karena tidak ada gedung dan bangunan disitu, sehingga dianggap sebagai tanah
kosong (Terra Nullis) atau daerah yang tidak punya peradaban. Benua ini
ditemukan oleh James Cook pada tanggal 26 Januari 1788.
Pelaut Inggris yang pertama
masuk kesini menggunakan cara pandang mereka sendiri untuk melihat tanah
Australia tersebut. Dalam konsep mereka, tanah yang berperadaban adalah yang
mempunyai gedung, taman dll, namun mereka tidak mengetahui bahwa Aborigin juga
mempunyai konsep sendiri. Berbeda dengan kulit putih yang menandai tanah mereka
dengan pagar, komunitas Aborigin ini berpindah-pindah. Mereka tidak mempunyai
konsep seperti itu, sehingga kesannya tanah itu tidak bertuan. Selain itu Aborigin
juga tinggal di dalam gua, bukan di rumah. Ini yang menyebabkan saat datang ke
benua Australia, pelaut Inggris menyebutnya dengan “Terra Nullis” yaitu tanah
kosong.
Selain dengan penguasaan
terhadap tanah dan sumber daya yang ada, para pendatang ini, setelah menetap,
membuat peraturan bahwa harus ada komunitas kulit putih dibenua itu. Artinya,
orang-orang Aborigin ini harus dihilangkan. Karenanya keluarlah peraturan
dimana anak-anak Aborigin diculik dan dididik dengan cara Kristen (baik Katolik
maupun Protestan). Lama kelamaan, anak-anak yang dididik dengan cara ini
kehilangan identitas mereka. Mereka tidak lagi bisa berbahasa ibu, melainkan
sudah berbahasa Inggris. Untuk mengenyahkan para Aborigin ini, pemerintah juga
melakukan pemaksaan dengan menikahkan perempuan-perempuan Aborigin dengan
laki-laki kulit putih, sehingga anak-anak mereka akan terlahir berkulit lebih
putih. Ejekan untuk anak-anak kelahiran campuran ini adalah ‘Creamy’, artinya
anak-anak campuran Aborigin dan kulit putih.
Tidak hanya di Indonesia saja
orang-orang menghargai mereka yang berdarah biru atau totok. Di Australia juga
begitu. Sehingga anak-anak yang mempunyai darah campuran ini dipandang sebelah
mata dan diejek dengan sebutan “creamy” tadi. Selain itu mereka menjadi
kehilangan identitas, siapa mereka sebenarnya? Dibilang orang kulit putih,
bukan. Dibilang kulit hitam(Aborogin) juga bukan. Mereka kehilangan semuanya,
budaya, cara berpakaian dan bahasa. Padahal jika kita kehilangan bahasa maka
otomatis kita akan kehilangan budaya, karena pelaksanaan budaya dilakukan
dengan menuturkannya dengan bahasa ibu.
Tentang kehilangan identitas,
ini mengingatkan saya pada apa yang dikatakan oleh Jamie Aditya, DJ MTV
berdarah campuran Australia dan Indonesia. Ia pernah mengatakan disalah satu
acara tivi bagaimana dia kehilangan identitas. Ia bingung tentang dirinya,
apakah dia Australia atau Indonesia. Ketika orang-orang di Indonesia yang
mempunyai orang tua salah satu dari Medan dan satu lagi dari Padang, mereka
tidak merasa kehilangan identitas karena tampilan orang tua mereka hampir sama,
berkulit coklat dan masih berasal dari Indonesia juga. Tapi kasusnya akan
berbeda ketika orang tuanya yang satu berasal dari Australia, misalnya dan satu
lagi dari Aceh, maka si anak akan mengalami krisis identitas, karena merasa
berpostur dan berkulit berbeda dengan anak-anak dimana ia tinggal.
Tentang identitas ini juga
mengingatkan saya pada salah satu scene di film Green Book. Doc Shirley (yang
diperankan oleh Mahersala Ali) berkata bahwa ia bingung dengan identitasnya. Ia
adalah laki-laki berkulit hitam yang dididik dengan cara orang kulit putih. Ia
berpakaian jas, belajar bermain piano. Ternyata Doc di didik bermain piano oleh
orang-orang kulit putih bukan dengan tujuan untuk memperkenalkan budaya kulit
putih, tapi untuk dipertontonkan pada orang-orang kulit putih bahwa Doc yang
berkulit hitam ini telah berhasil dididik dengan cara kulit putih. Dalam realitanya,
Doc hanya dihargai untuk permainan pianonya yang luar biasa, tapi ketika
permaian selesai, ia menjadi orang kulit hitam yang tidak dihargai. Dalam salah
satu scene ditunjukkan bagaimana Doc diberi ruang penyimpanan sapu ketika ia
akan bersalin pakaian untuk pentas. Doc juga tidak diizinkan menggunakan toilet
yang dipakai orang-orang kulit putih sebelum acara pertunjukkan Doc dilakukan. Begitu
juga ketika sebelum pertunjukan dilakukan, Doc tidak diizinkan makan di meja
makan yang dikhususkan untuk kulit putih.
Bagi masyarakat kulit putih
Australia, tanggal 26 Januari di peringati sebagai hari Australian Day, hari
dimana pelaut Inggris pertama sekali berlabuh di Australia, sehingga dianggap
sebagai hari kedatangan ke benua Australia. Tapi bagi orang-orang indigenous,
tanggal itu adalah tanggal dimana tanah mereka dijajah, disebut sebagai
Invasion Day (https://tirto.id/australia-day-adalah-sejarah-invasi-kulit-putih-atas-aborigin-dfpr). Peringatan
26 Januari ini dilihat dengan dua cara pandang yang berbeda. Satu sisi dilihat
dari komunitas kulit putih dan satu lagi dari komunitas Aborigin.
Dikutip dari tulisan Ravando
Lie di Tirto.Id, Laporan the Guardian mengatakan bahwa anak-anak Aborigin lebih
rentan 25 kali dipenjara dibandingkan anak-anak kulit putih. Tingkat kematian
anak-anak abotogin lebih tinggi dibandingkan yang non-aborigin. Diskriminasi
kesehatan terhadap indegenious people menyebabkan mereka berumur 10 tahun lebih
pendek dibandingkan non aborigin.
Berkurangnya jumlah populasi
orang Aborigin juga disebabkan karena penyakit yang dibawa oleh orang-orang
kulit putih. Sebagai sebuah benua, Australia sangat terpencil dan terpisah dari
kehidupan yang lain. Pada masa pendudukan kulit putih itu, bibit penyakit yang
dibawa oleh orang kulit putih ke benua tersebut sangat mudah menyebar pada
orang-orang Aborigin. Kalau ada bibit penyakit, maka hanya akan ada disitu
saja, tidak terbawa keluar dan itu menyerang imun system dari orang-orang
Aborigin. Karena penyakit ini bukan penyakit yang familiar dialami orang-orang
Aborigin menyebabkan mereka tidak tau mereka kena apa, sehingga tidak tau
mencari obatnya. Akibatnya merekapun meninggal. Menurut CNN Indonesia, jumlah
Indigenous Australia hanya tersisa 470 ribu dari 23 juta penduduk Australia (https://www.cnnindonesia.com/internasional/20150707145437-113-64944/australia-akan-mengakui-aborigin-dalam-konstitusi-pada-2017).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar