Minggu, 21 Agustus 2016

Mantan Napi Politik




Saya disms oleh salah seorang mantan anggota Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara). Ternyata mereka sudah bebas, tidak lagi berada di dalam penjara. Saya ingin sekali bertemu dengan mereka dan mendengar langsung bagaimana mereka bisa bebas.

Setelah merencanakan bertemu, akhirnya kami bisa bertemu pada hari Senin pagi. Saya bertemu Dedy (bukan nama sebenarnya) dan ia menceritakan bagaimana dia bisa keluar. Sebenarnya dia dan 3 teman lain memang sudah dikabarkan akan bebas (bersyarat). Tapi belum jelas kapan mereka akan keluar. Akhirnya, Jumat (13 Agustus) mereka benar-benar bebas.

Dedy sebenarnya meminta untuk dikeluarkan pada malam hari, biar dia bisa merasa nyaman, tidak perlu bertemu dengan orang lain di luar penjara. Tapi ternyata kepala Lapas sama sekali tidak menerima permintaannya. Akhirnya Dedy dan teman-teman yang lain keluar dari penjara hari itu juga, jam 3 sore. Setelah sebelumnya, pagi hari, diberitakan kebebasannya. 

Saya melihat bagaimana tidak sensitivenya para aparat penegak hokum itu. Mereka tidak merasakan berada di posisi korban yang masih gamang untuk keluar dari penjara dan malu bertemu orang-orang. Tapi mereka memaksa tahanan itu untuk langsung keluar tanpa memikirkan perasaan para tahanan itu. Ini mengingatkan saya pada situasi saya pasca kejadian Januari 5, 2015. Ketika itu Dekan menyurati mengatakan “harap bertugas seperti biasa”, tanpa sama sekali mempertimbangkan perasaan saya bagaimana menjadikan hari-hari setelah kejadian itu menjadi “seperti biasa”.

********

Dedy terlihat begitu bahagia. Dia malah setelah bebas dari penjara sore hari, malamnya sudah keliling-keliling kota Banda Aceh sendirian. Dia sekarang sudah menemani ibunya kemana-mana bahkan antar jemput ibu yang mengajar di salah satu madrasah di Banda Aceh. Dedy malah sudah mendaftar ulang untuk melanjutkan kuliahnya di salah satu universitas di Banda Aceh. Dia punya nilai yang bagus2 ketika masih kuliah di salah satu universitas di Aceh. Bahkan dari semester satu dia sudah tercatat bebas uang kuliah. Hebat bukan? Jadi pasti tidak akan susah baginya untuk menyelesaikan kuliah di kampus baru. Kasian ya, orang seppintar itu disia-siakan oleh pemerintah dan dimatikan masa depannya. Tapi, aku yakin, dia akan lebih tegar dan akan lebih cemerlang masa depannya * Amiiin..*. 

Rian (bukan nama sebenarnya) punya cerita yang berbeda. Dia sekarang sedang galau mau ngapain. Dia sudah tidak bekerja lagi (dia mengasumsikan dia sudah dipecat dari kerjaannya), jadi dia ga punya bayangan harus ngapain. Aku sarankan buat di ke Australia saja. Kuliah disana sambil bekerja, karena aku yakin orang tuanya ga miskin-miskin amat untuk membayar uang kuliahnya, sedangkan biaya hidup bisa dia cari disana sambil bekerja. Aku beri bayangan padanya tentang hidup di Australia, bahwa orang pintar sepertinya pasti bisa hidup disana bahkan fikiran-fikirannya yang sangat progressive bisa berkembang disana. Tapi sepertinya ceritanya akan lain. Orang tuanya ingin dia ke Malaysia, melanjutkan study disana. 

Tadi sore aku bertemu dengan mantan yang lain, sebut saja namanya Rizal. Rizal telah kembali ke kehidupan normalnya. Ia kembali bekerja (setelah melapor tentunya). Tapi Rizal merasa tidak nyaman, terutama atas perkembangan kedua anaknya. Ia ingin sekali pindah ke luar negeri untuk membesarkan anak-anaknya. Menurutnya pendidikan agama disini begitu terdoktrin, sehingga anak-anaknya tidak terbebaskan pemikirannya. Apalagi kalau nanti anak-anaknya mendapat stigma sebagai ‘anak yang punya ayah dengan agama sesat’. 

Aku beri masukan untuk mencari working holiday visa ke Australia. Disana nanti dia bisa bekerja. Begitu juga dengan ide untuk datang ke kedutaan Australia dan mencari tau tentang working holiday visa itu.

Ditempat kami duduk, ada beberapa teman yang juga berasal dari NGO. Aku beritahu Rizal bahwa teman-teman itu mungkin bisa memberi masukan karena mereka adalah orang yang sudah biasa membantu para pelarian pada masa konflik dulu itu. Rizal bersedia bertemu dengan mereka. Akhirnya, kami berunding dengan teman-teman, bagaimana cara terbaik untuk Rizal. Akhirnya kami memutuskan bahwa Rizal harus tinggal di Aceh dulu, karena dia belum dipecat dari pekerjaannya. Ketika nanti dia dapat surat pemecatan, dia bisa melanjutkan sekolahnya ke luar Aceh dan melakukan wajib lapor disana. Setelah selesai S1, dia bisa melanjutkan kuliah ke S2, karena akn lebih mudah mendapat beasiswa untuk S2 daripada S1. Maka rencana untuk mencari working holiday visa harus ditangguhkan, karena prioritas saat ini adalah Rizal harus lapor ke kantor polisi sebulan sekali. Jika ia melanjutkan sekolah, dia bisa melakukan wajib lapornya di mana dia melanjutkan sekolah.

Aku senang sekali bahwa aku bisa berbuat sesuatu, meski kecil buat mereka. Sedihnya, aku belum bertemu dengan salah satu yang lain dari mereka. Info yang aku dapatkan bahwa salah seorang ini terbilang disisihkan dalam keluarga karena kegatan Gafatar yang ia ikuti. Ayahnya malah tidak pernah menjenguknya di penjara, hanya ibunya yang datang sesekali. Bahkan ketika lebaran Idul Fitri, tak ada satu keluargapun yang mengunjunginya.  Istrinya dijauhkan dari dia dan khabarnya ia akan disyahadatkan kembali setelah itu dinikahkan lagi dengan istrinya itu. 

Salah seorang teman yang diajak ngobrol tadi berasal dari Jakarta. Ia menjadi bahagian dari komunitas jurnalis yang mengabarkan berita2 penuh kesejukkan dibandingkan berita provocative. Menurutnya, ia dan teman-temannya mendampingi komunitas Gafatar diJakarta. Menurut teman ini, komunitas Gafatar yang sudah dikembalikan ke Indonesia dari pengungsian di Kalimantan malah sudah sangat progressive pengadvokasian kasus mereka. Mereka punya alat rekam dan video perekam atas kasus-kasus yang terjadi pada mereka. Sehingga mereka mempunyai alat bukti untuk membantu mengadvokasi kasus mereka. Berbeda dengan kasus Singkil (Gereja yang dibakar dan dirubuhkan), mereka belum mengerti pentingnya alat bukti lewat pendokumentasian, sehingga ketika teman wartawan ini dating ke Singkil, ia mengajarkan komunitas Kristiani disana untuk mendokumentasikan apapun yang terjadi pada mereka, termasuk surat-surat pemerintah yang berhubungan dengan kasus mereka.

Masih ada dua pengurus gafatar di dalam penjara…pak ketua dan seorang perempuan muda yang juga menjadi pengurus. Karena si perempuan ini berada di lapas yang berbeda dengan para lelaki ini, sepertinya surat pembebasannya juga berbeda. Pak ketua belum bebas (bersyarat) seperti yang lainnya, karena masa tahananya juga lebih lama.

Teman-teman di luar Aceh banyak yang kaget, mengapa Gafatar sampai di tahan di Aceh? Aku jelaskan, bahwa kasus gafatar Aceh berbeda dengan yang di Jakarta. Mereka ditahan jauh sebelum kasus Gafatar yang terjadi di Mempawah. Alat penangkapan mereka juga berbeda. Mereka di jerat dengan pasal 156 ayat 1(A), dimana mereka disebutkan melakukan penodaan agama. Padahal, mereka sama sekali tidak melakukan apa-apa. Mereka adalah anak muda yang kritis dan cerdas sehingga ikut di organisasi tersebut, karena mereka merasa bahwa kemandirian pangan yang diidekan oleh komunitas itu sesuai dengan bakat minat mereka untuk bisa mandiri di bidang pangan. Dan mereka melakkukan kegiatan kemandirian pangan itu. Tapi hanya karena diAD/ART mereka tertulis kata-kata Mesias, mereka lalu di tahan. Anehnya, mereka langsung dikriminalkan hanya karena ada kata-kata Mesias di AD/ART mereka, padahal mereka sama sekali tidak melakukan aksi criminal. Disinilah, para aktivis HAM dan perdamaian menganggap bahwa pasal ini sangat rentan digunakan oleh penguasa untuk menjerat orang-orang yang dianggap tidak sepaham dengan mereka.  

1 komentar:

  1. JackpotCity casino no deposit bonus codes 2021 - DrMCD
    Jackpot 계룡 출장샵 City casino no deposit 나주 출장샵 bonus codes 김포 출장샵 2021 - get $1000 no deposit bonus at JackpotCity Casino! Best Casino Bonus Codes For 속초 출장마사지 US 삼척 출장샵 Players 2021!

    BalasHapus