Sabtu lalu (26 Nov
2016) seorang teman mengirim informasi bahwa ada eksekusi cambuk yang akan
dilaksanakan di wilayah Lamseupung, salah seorang yang akan dicambuk diduga
sedang hamil. Menurut qanun, perempuan yang sedang hamil tidak bisa dicambuk.
Harus ditunggu sampai dia melahirkan dan selesai menyusui baru akan dicambuk.
Tapi, aneh, ini ada perempuan sedang hamil tapi koq dicambuk?
Seorang teman mengajak
saya untuk mengunjungi perempuan tersebut di rumah tahanan Lhoknga. Rutan ini
dikhususkan untuk tahanan perempuan dan anak. Namun, ketika kami datang,
ternyata si terpidana telah dibawa ke wilayah eksekusi.
Sayapun dan teman
(beserta seorang pengacara yang kami bawa) segera menyusul ke tempat eksekusi
cambuk tersebut. Ketika kami disana, ternyata eksekusi sudah dilaksanakan.
Ternyata hari itu ada 6 pencambukan, yang sempat kami lihat hanya 2 saja. Salah
satunya adalah perempuan yang kami kira sedang hamil tersebut.
Siperempuan di cambuk
100x karena ia mengaku telah melakukan zina. Menurut qanun, jika si tertuduh
telah mengakui melakukan zina (baik laki-laki dan siperempuan) maka mereka
harus dicambuk 100x. menurut informasi yang saya dan teman-teman dapatkan
tentang perempuan terakhir yang dicabuk ini, dia kedapatan bersama pasangannya
(saya tidak tau apakah didalam kamar atau diluar kamar) yang dalam pengertian
dalam qanun sudah dianggap ikhtilat, hukumannya 25x cambukkan. Tapi karena dia
mengaku bahwa sudah melakukan zina, maka hukumannya jatuh kepada zina sehingga
menurut qanun hukumannya adalah cambuk 100x. kedua anak manusia yang terakhir
yang saya lihat ini adalah pasangan yang dianggap berzina tadi. Merekalah yang
saya sempat lihat dicambuk sebanyak 100x. si laki-laki berdiri dan dicambuk
100x. dilakukan oleh dua algojo. Satu algojo mencambuk 50x, dan algojo kedua
50x. ketika selesai pencambukan 50x si laki-laki ditanyai, seeprtinya ditanya
apakah masih sanggup atau tidak. Dia mengangguk, diberi minum dan pencambukan
tahap kedua dilaksanakan.
Siperempuan tidak berdiri,
melainkan duduk. Ketika dia duduk, dia seeprtinya merapal do’a. dia juga
dicambuk 100x. 50x pertama ia ditanyai apakah masih sanggup, dia mengangguk
lalu dilanjutkan dengan pencambukkan tahap kedua.
Ketika pencambukan
selesai, saya dan teman-teman ingin bertemu dengan perempuan yang dicambuk
tersebut. Sepertinya tidak ada yang melarang kami untuk bertemu mereka. Kamipun
menuju ke belakang masjid. Disana kami melihat para pemuda yang dicambuk yang
tengah duduk. Mereka tidak lagi menggunakan baju gamis putih (baju yg dipakai
ketika pencambukan), tapi sudah bertelanjang dada. Dari luar ruangan saya
melihat bagian belakang punggung mereka yang lebam-lebam.
Ada seorang laki-laki
yang berbaju coklat di dekat para terpidana itu. Temanku bertanya apakah kami
boleh bertemu dengan para terpidana perempuan. Katanya boleh. Tapi mereka ada
diruangan yang berbeda dengan para lelaki ini. Jadi, kami harus menunggu hingga
para lelaki itu keluar dulu baru kami bisa menemui si para perempuan.
Sambil menunggu, aku
perhatikan para lelaki yang baru dicambuk tadi. Salah seorang dari merka keluar
dari ruangan tersebut. Dia sudah menggunakan pakaian biasa, sehingga pasti
orang-orang tidak kenal lagi bahwa dialah yang baru dicambuk tadi. Aku dekati
dia dan kutanya “berapa kali dicambuk?”. “22x kak” katanya. Aku melihat kedirinya yang sedang bersiap-siap menggunakan
baju kemeja (dia sudah memakai t-shirt terlebih dahulu). Aku berkata “semangat
ya” sambil mengacungkan dua jempol. Dia melihat ke aku sambil tersenyum, “ga
papa kak”, katanya.
Ketika sedang menunggu
diluar masjid, ternyata si perempuan telah keluar dari pintu lain. Aku dan
temanku yakin itu perempuan yang baru selesai dicambuk, karena mereka ditemani
oleh seorang petugas yang berbaju coklat (mungkin orang kejaksaan) dan jilbab
yang digunakan bagian atasnya diturunkan sedikit sehingga menutupi wajah
sebagian. Sama seperti para terpidana
laki-laki, mereka juga tidak lagi memakai baju
putih seperti saat pencambukan tadi. Mereka sudah beprakaian biasa,
sehingga tidak akan ada orang di sekitar itu mengenali bahwa merekalah yang
baru dicambuk tadi. Saya yakin merekalah yang dicambuk, karena mereka ditemani
oleh orang kejaksaan. Kedua remaja putri itu tidak mau jauh-jauh dari petugas
itu.
Temanku bilang, “itu
mereka” dan kamipun mengejar mereka. Sejujurnya aku tidak tau mengapa harus
mengejar mereka, tapi aku fikir karena kami membawa pengacara, maka ada banyak
hal yang bisa kami tanyakan pada kedua perempuan tersebut. Tapi perempuan itu
telah dibawa kemobil yang sudah berada di luar masjid, bersama denga lelaki
lain yang juga ikut dicambuk. Mereka, dengan pakaian yang berbeda, tidak ada
yang menyangka bahwa merekalah orang-orang yang dicambuk tadi.
Beberapa wartawan yang
ada disitu berusaha mewawancarai para lelaki yang dicambuk, tapi para remaja
lelaki itu kelihatan sangat ketakutan. Seorang lelaki tua berkata “untuk apa
lagi diwawancarai, mereka sudah dicambuk”. Seorang wartawan senior berkata
“biar orang diluar sana tau kalau hukuman ini kenanya cuma orang kecil, yang
besar-besar tidak terkena sama sekali”. Saya yakin yang dimaksud oleh si
wartawan senior ini adalah para pejabat yang kirup. Tapi para remaja itu
berlalu dan menuju kemobil petugas yang tadi telah didatangi oleh para tahanan
perempuan. Mereka dibawa kembali ke rutan, untuk menyelesaikan administrasi dan
lalu kembali pulang ke rumah mereka. Sepenglihatanku, hanya dua perempuan yang
menemani mereka, tidak ada seorangpun laki-laki. Asumsiku para perempuan itu
adalah ibu mereka.
Dilokasi pencambukan
itu kami bertemu dengan seorang wartawan perempuan. Katanya sebenarnya
perempuan yang dicambuk 100x tadi adalah remaja putri yang kedapatan bersama
pacarnya. Dia dijatuhi hukuman cambuk sebanyak 25x. Tapi karena malam itu ia
mengakui bahwa ia sudah melakukan hubungan badan sebanyak 2x dengan pacarnya,
dia dikenai pasal zina. Pasal itu mengatakan “jika siterlapor mengakui bahwa
sudah melakukan hubungan badan, maka ia dicambuk sebanyak 100x”. Alih-alih
mendapatkan 25x, si remaja putri ini malah mendapat 100x. Aku yakin ia mengakui
perbuatannya itu karena dibawah tekanan orang-orang yang menggerebeknya. Kebayangkan
bagaimana orang dewasa, laki-laki, menggerebek? Saya yakin tidak ada wajah
lembutnya. Pastilah mereka merasa seeprti orang yang tidak berdosa, menghujat
orang-orang yang dianggap berdosa telah mencemari tanah bersyariat ini.
Akupun tak tau apakah para
tertuduh ini didampingi oleh para pengacara.
Ketika sampai di lokasi
pencambukan, aku lihat anak-anak SD yang juga menonton eksekusi ini. Begitu juga orang tua yang membawa anaknya untuk menyaksikan eksekusi ini.
Padahal
dalam aturannya, anak-anak tidak diperbolahkan untuk melihat kekerasan.
Ternyata, peraturan
tinggal peraturan..




Tidak ada komentar:
Posting Komentar