Aku
kenal Blanca dari seorang teman baruku, Bora, yang merupakan staff di Mc. Gill
University, Montreal, Kanada. Bora membantu aku dan teman-teman dalam segala
hal mulai dari akomodasi hingga urusan mengantar belanja saat pertama kali kami
tiba di Montreal.
Aku dan 19 teman lainnya mengikuti
kegiatan Social Work workshop di Mc. Gill University selama satu bulan dan selama satu bulan itu juga aku banyak berdiskusi dengan Bora mulai dari kegiatan kampus
hingga perbincangan tentang calon presiden AS dari kubu Demokrat, Obama.
satu minggu sebelum kembali ketanah air,
entah kenapa Bora mengundang aku untuk menginap diappartementnya. Kesempatan
baik yang tidak mungkin ditampik menurutku. Jarang-jarang ada orang asing yang
bersedia mengundang kita datang kerumah dan menginap lagi. Aku mengiyakan dan
Bora langsung belanja kebutuhan untuk makan malam. Dia ingin memasak masakan
Kongo, daerah asalnya, untuk aku.
Bora cerita sepanjang perjalanan pulang
bahwa ia tinggal dengan seorang nenek-nenek bangsa Yahudi. Namanya Blanca.
Blanca sudah berusia sekitar 90an tahun. Dia tinggal diappartement bagus dan
Bora menyewa satu kamar dari dua kamar yang ada diappartement Blanca.
Saat sampai di appartment, Blanca yang
membuka pintu dan dia menyambut aku dengan sangat ramah. Aku bayangkan Blanca
adalah seorang nenek yang hanya duduk di kursi roda karena sudah sangat tua.
Tapi ternyata Blanca masih kuat untuk memasukkan piring, gelas dan peralatan
makan yang sudah di cuci Bora ketempatnya maing-masing. Aku ingin membantu tapi
Bora menggelengkan kepala. Aku fikir, ini cara Bora mengajar kemandirian pada
Blanca. Aku betul-betul tertegun.
Saat makan malam dihidangkan, Blanca
ikut makan dengan kami, meski dia sudah makan jam 5 sore untuk makan malamnya.
Aku bilang “ I am so lucky today” dan Blanca langsung bilang “ you’re lucky not
only for today but everyday. No need for you to pay for the air that you’ve got
everyday, so please thank to God”.
Kembali aku tertegun. Dalam
kehidupanku yang muslim, aku selalu mendengar bagaimana bencinya kaumku pada
orang Yahudi, bahkan dalam khutbah-khutbah jum’at yang disampaikan khatib,
yahudi selalu disalahkan atas semua kemelaratan yang dihadapi oleh orang
Muslim. Tapi… Yahudi yang bernama Blanca ini lain, dia malah mengingatkanku
untuk berterima kasih pada Tuhan atas semua rezeki yang aku terima setiap hari.
Ingin nangis rasanya. Apa yang diucapkannya itu-mengutip apa yang ditulis
Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu bukunya- seperti ucapan suci yang
disampaikan oleh seorang resi. Jauh sekali dari apa yang disampaikan khatib-khatib
saat shalat Jum’at di mesjid-mesjid itu. Blanca bahkan sempat marah pada Bora
yang membuang sisa makanan yang berlebih ketempat sampah. Katanya “ jika kau
merasakan bagaimana kelaparannya orang-orang saat di kamp konsetrasi dahulu,
tidak akan kau buang makanan itu”. I’m speechless again…
Itulah Blanca, seorang nenek yang
berusia 90an tahun ,beragama yahudi dan pernah tinggal di kamp konsetrasi
Ausweiz di Jerman. Dia juga kemudian sempat di buang ke Rusia. Aku tidak tahu
bagaimana ceritanya hingga ia bisa tinggal di Montreal itu.
Tapi yang ingin aku katakan disini
adalah, sosok Blanca adalah sosok Yahudi yang jauh berbeda dari yahudi yang
selalu di hujat oleh kaumku di Indonesia ini.
Dan aku berterima kasih pada Tuhan atas kesempatan untuk bertemu dan
berbincang-bincang dengan Blanca, lewat Bora.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar