Sabtu, 30 Juli 2016

Blanca si Yahudi



Aku kenal Blanca dari seorang teman baruku, Bora, yang merupakan staff di Mc. Gill University, Montreal, Kanada. Bora membantu aku dan teman-teman dalam segala hal mulai dari akomodasi hingga urusan mengantar belanja saat pertama kali kami tiba di Montreal.
        Aku dan 19 teman lainnya mengikuti kegiatan Social Work workshop di Mc. Gill University selama satu bulan dan selama satu bulan itu juga aku banyak berdiskusi dengan Bora mulai dari kegiatan kampus hingga perbincangan tentang calon presiden AS dari kubu Demokrat, Obama.
        satu minggu sebelum kembali ketanah air, entah kenapa Bora mengundang aku untuk menginap diappartementnya. Kesempatan baik yang tidak mungkin ditampik menurutku. Jarang-jarang ada orang asing yang bersedia mengundang kita datang kerumah dan menginap lagi. Aku mengiyakan dan Bora langsung belanja kebutuhan untuk makan malam. Dia ingin memasak masakan Kongo, daerah asalnya, untuk aku.
        Bora cerita sepanjang perjalanan pulang bahwa ia tinggal dengan seorang nenek-nenek bangsa Yahudi. Namanya Blanca. Blanca sudah berusia sekitar 90an tahun. Dia tinggal diappartement bagus dan Bora menyewa satu kamar dari dua kamar yang ada diappartement Blanca.
        Saat sampai di appartment, Blanca yang membuka pintu dan dia menyambut aku dengan sangat ramah. Aku bayangkan Blanca adalah seorang nenek yang hanya duduk di kursi roda karena sudah sangat tua. Tapi ternyata Blanca masih kuat untuk memasukkan piring, gelas dan peralatan makan yang sudah di cuci Bora ketempatnya maing-masing. Aku ingin membantu tapi Bora menggelengkan kepala. Aku fikir, ini cara Bora mengajar kemandirian pada Blanca. Aku betul-betul tertegun.
        Saat makan malam dihidangkan, Blanca ikut makan dengan kami, meski dia sudah makan jam 5 sore untuk makan malamnya. Aku bilang “ I am so lucky today” dan Blanca langsung bilang “ you’re lucky not only for today but everyday. No need for you to pay for the air that you’ve got everyday, so please thank to God”.
Kembali aku tertegun. Dalam kehidupanku yang muslim, aku selalu mendengar bagaimana bencinya kaumku pada orang Yahudi, bahkan dalam khutbah-khutbah jum’at yang disampaikan khatib, yahudi selalu disalahkan atas semua kemelaratan yang dihadapi oleh orang Muslim. Tapi… Yahudi yang bernama Blanca ini lain, dia malah mengingatkanku untuk berterima kasih pada Tuhan atas semua rezeki yang aku terima setiap hari. Ingin nangis rasanya. Apa yang diucapkannya itu-mengutip apa yang ditulis Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu bukunya- seperti ucapan suci yang disampaikan oleh seorang resi. Jauh sekali dari apa yang disampaikan khatib-khatib saat shalat Jum’at di mesjid-mesjid itu. Blanca bahkan sempat marah pada Bora yang membuang sisa makanan yang berlebih ketempat sampah. Katanya “ jika kau merasakan bagaimana kelaparannya orang-orang saat di kamp konsetrasi dahulu, tidak akan kau buang makanan itu”. I’m speechless again…
Itulah Blanca, seorang nenek yang berusia 90an tahun ,beragama yahudi dan pernah tinggal di kamp konsetrasi Ausweiz di Jerman. Dia juga kemudian sempat di buang ke Rusia. Aku tidak tahu bagaimana ceritanya hingga ia bisa tinggal di Montreal itu.
Tapi yang ingin aku katakan disini adalah, sosok Blanca adalah sosok Yahudi yang jauh berbeda dari yahudi yang selalu di hujat oleh kaumku di Indonesia ini.  Dan aku berterima kasih pada Tuhan atas kesempatan untuk bertemu dan berbincang-bincang dengan Blanca, lewat Bora.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar