Sabtu, 30 Juli 2016

Ketidakegoisan seorang dosen



Sepasang suami istri yang juga dosen saya datang dari Kanada untuk berkunjung ke Aceh. Tepatnya, ke kampus saya di IAIN. Kedua mereka mengajar di fakultas yang berbeda di kampus saya. Suatu hari saya berkesempatan membawa si istri untuk mengunjungi salah satu galeri. Beliau ingin membeli beberapa cendera mata khas Aceh untuk dibawa pulang. Maka saya bawa beliau ke salah satu galeri di daerah Lambhuk.
        Saat melihat-lihat dan memilih beberapa cendera mata, maka pilihannya jatuh pada taplak meja, tas, dan tatakan gelas.
        Setelah membayar belanjaannya tadi, beliau melihat lagi ada tas yang menurutnya sangat bagus. Beliau ingin membeli lagi tas tadi, tapi khawatir uang rupiah  yang beliau bawa tidak cukup. Beberapa kali beliau memandang-mandangi tas yang ingin beliau beli tadi.
Saya dan teman saya berinisiatif untuk membelikan tas yang beliau inginkan. Nanti beliau bisa membayar uang tas tadi ke kami sebelum beliau kembali ke Kanada. Namun beliau tidak mau. Lalu kami katakan ‘do you want us asking the lady (penjaga toko) to keep that bag for you?, so that when you’re back again (to this shop)  you can take that bag”.
        Tanpa disangka dia bilang “ No, thank you. It’s not fair. May be there is another people also wan to buy it while I am not here”,sambil mengorek-ngorek tas tangan beliau untuk melihat sisa uang rupiah yang beliau punya.
        Saya dan teman saya berpandangan. Betapa malunya saya menyadari keegoisan saya. Untuk mencapai keinginan, saya tidak memikirkan orang lain. Tapi dosen saya ini, masih sempat memikirkan kebutuhan orang lain, sedangkan dia juga membutuhkan benda tersebut.
        Saya sempat teringat keegoisan saya (dan mungkin juga anda, para pembaca) bahwa seringnya kita tidak mau berbagi informasi pada orang lain. Dikampus, beberapa informasi lowongan kerja, atau beasiswa sering hilang dari papan informasi. Si pengambil betul-betul hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak ingin mendapatkan saingan. Padahal rezeki sipengambil tidak akan hilang hanya karena dia harus berkompetisi dengan orang lain yang mungkin tertarik dengan informasi tadi.
        Lagi-lagi, sepertinya saya (dan anda juga, para pembaca) harus bercermin dari si dosen bule ini untuk menghilangkan keegoisan saya (dan Anda, para pembaca). Bukankah itu juga yang diinginkan oleh Syariat Islam?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar