Sepasang suami istri yang juga dosen
saya datang dari Kanada untuk berkunjung ke Aceh. Tepatnya, ke kampus saya di
IAIN. Kedua mereka mengajar di fakultas yang berbeda di kampus saya. Suatu hari
saya berkesempatan membawa si istri untuk mengunjungi salah satu galeri. Beliau
ingin membeli beberapa cendera mata khas Aceh untuk dibawa pulang. Maka saya
bawa beliau ke salah satu galeri di daerah Lambhuk.
Saat
melihat-lihat dan memilih beberapa cendera mata, maka pilihannya jatuh pada
taplak meja, tas, dan tatakan gelas.
Setelah
membayar belanjaannya tadi, beliau melihat lagi ada tas yang menurutnya sangat
bagus. Beliau ingin membeli lagi tas tadi, tapi khawatir uang rupiah yang beliau bawa tidak cukup. Beberapa kali
beliau memandang-mandangi tas yang ingin beliau beli tadi.
Saya dan teman saya berinisiatif
untuk membelikan tas yang beliau inginkan. Nanti beliau bisa membayar uang tas
tadi ke kami sebelum beliau kembali ke Kanada. Namun beliau tidak mau. Lalu
kami katakan ‘do you want us asking the lady (penjaga toko) to keep that bag
for you?, so that when you’re back again (to this shop) you can take that bag”.
Tanpa
disangka dia bilang “ No, thank you. It’s not fair. May be there is another
people also wan to buy it while I am not here”,sambil mengorek-ngorek tas
tangan beliau untuk melihat sisa uang rupiah yang beliau punya.
Saya
dan teman saya berpandangan. Betapa malunya saya menyadari keegoisan saya. Untuk
mencapai keinginan, saya tidak memikirkan orang lain. Tapi dosen saya ini,
masih sempat memikirkan kebutuhan orang lain, sedangkan dia juga membutuhkan
benda tersebut.
Saya
sempat teringat keegoisan saya (dan mungkin juga anda, para pembaca) bahwa
seringnya kita tidak mau berbagi informasi pada orang lain. Dikampus, beberapa
informasi lowongan kerja, atau beasiswa sering hilang dari papan informasi. Si
pengambil betul-betul hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak ingin
mendapatkan saingan. Padahal rezeki sipengambil tidak akan hilang hanya karena
dia harus berkompetisi dengan orang lain yang mungkin tertarik dengan informasi
tadi.
Lagi-lagi,
sepertinya saya (dan anda juga, para pembaca) harus bercermin dari si dosen
bule ini untuk menghilangkan keegoisan saya (dan Anda, para pembaca). Bukankah
itu juga yang diinginkan oleh Syariat Islam?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar